Aceh sedang berduka.
Duka yang tidak ditampilkan di media massa selayaknya Tsunami pada 2004 silam.
Duka yang hanya ditangisi oleh keluarga yang tertimpa. Aceh memang sedang
berduka, setelah duka panjang di sapu gelombang Tsunami. Kini Aceh kembali
berduka.
Bagaimana tidak.
Sepanjang tahun 2013, jumlah pengguna narkoba berbagai jenis di Aceh mencapai
10 ribu orang. Staf Ahli Bidang Pencegahan BNNP Aceh pernah mengatakan, berdasarkan
penelitian BNN Pusat dengan pihak Universitas Indonesia (UI) diperoleh hasil
bahwa tingkat penyalahgunaan narkoba di Aceh, baik peredaran maupun
penggunaannya, masuk peringkat kedelapan secara nasional pada 2012, Aceh bahkan
peringkat kedua di Sumatera setelah Sumatera Utara. Salah satu indikator
penilaiannya adalah jumlah tahanan atau narapidana seluruh Aceh rata-rata di
atas 50 persen terlibat kasus narkoba. Bahkan di Rutan Sigli mencapai 80
persen. Namun begitu tingkat pengguna tentu masih jauh lebih banyak atau belum
sebanding dengan pengungkapan.
Berangkat dari
keprihatinan ini, maka benar kata Pak Wagub ketika berpidato saat renungan
sembilan tahun tsunami 2013 silam, bahwa Aceh darurat narkoba yang disebutnya
tsunami ciptaan manusia. Sepuluh ribu itu bukan jumlah yang sedikit, dengan
jumlah penduduk Aceh yang hanya 4,7 juta jiwa. Fenomena ini tentu menimbulkan
tanda tanya yang besar dalam benak kita semua. Masyarakat Aceh yang dikenal
taat beragama kenapa bisa terjerumus dalam lembah hitam narkoba.
Ada banyak faktor yang
bisa menyebabkan seseorang terjerumus ke dalamnya. Faktor ekonomi misalnya. Di
tengah gelombang hedonisme. Semua orang ingin tampil modis atau bergaya. Lihat
saja, tidak hanya di kota. Di desa pun pemuda-pemuda tidak mau ketinggalan
untuk tampil bergaya. Memang di sini kita sedang tidak mempermasalahkan
anak-anak muda yang bergaya. Itu hak pribadi mereka. Tetapi ketika pendapatan
yang mereka dapatkan tidak cukup untuk memenuhi tuntutan tampil bergaya, maka
jalan lain akan di tempuh. Dengan menjadi pengedar narkoba misalnya.
Di sinilah peran orang
tua, teman, lingkungan dan agama sangat diperlukan. Ketika seseorang terdesak
untuk mendapatkan sesuatu maka ia akan menghalalkan segala cara. Di tambah lagi
apabila orang tersebut kurang pemahamannya akan ilmu agama. Ketika kebutuhan
yang ia inginkan terpenuhi dengan cara yang tidak halal tadi dan ia menjadi
nyaman dengan cara tersebut. Maka ia akan terus menggunakan cara itu. Tak
peduli cara itu dilarang agama. Asalkan keinginan ia bisa terpenuhi.
Berbicara masalah
rehabilitasi, saya jadi teringat dengan seorang sosok pemuda yang tinggal satu
kampung dengan saya. sebut saja namanya Adi. Adi memiliki badan tegap dan fisik
yang kuat. Kisahnya mengenal narkoba berawal ketika ia mulai berteman dengan
orang-orang yang berkecimpung dalam dunia hitam; narkoba. Berstatus sebagai
pengangguran membuat ia kalap mata.
Mungkin sudah jadi
hukum alam dalam dunia narkoba. Cara membuat orang terjerumus ke dalamnya
adalah dengan memberikan secara percuma-cuma kepada orang baru. Begitupun yang
di alami Adi. Dari tahap mecoba hingga ketagihan. Perlahan-lahan perubahan dari
segi fisik pun tampak. mata yang mulai cekung. Berat badan yang turun drastis.
Dari segi emosi pun
berubah. Ia yang dulunya santai kini berubah menjadi sangat sensitif. Semakin
hari perubahan-perubahan itu semakin nyata adanya. Padi berkarung-karung pun
ludes dalam seketika. Ayam dan itik peliharaan orangtuanya pun ludes
dijual. Hingga pada titik yang sangat
krusial. Orang tuanya meninggalkan rumah untuk mengungsi sementara waktu ke
rumah anaknya yang lain. Orang tua yang punya rumah namun mereka pula yang
harus meninggalkan rumah yang telah susah payah mereka bangun. Penyebabnya pun
bukan orang lain, tapi anaknya yang mulai menggila. Ya! Menggila.
Orang tua yang mulai
meninggalkan rumah. Harta yang mulai habis. Hubungan dengan masyarakat yang
mulai tidak stabil. Lantas apa hanya sampai di situ masalahnya?. Tidak, sekali
lagi tidak. Pada suatu malam masyarakat dikejutkan dengan teriakan orang ramai.
Ternyata ada asap yang membumbung tinggi ditengah sinar rembulan yang terang.
Semua pada panik dan terbangun dari tidurnya. Orang-orang pun berlari ke arah
dimana asap mengepul. Ternyata Adi kembali berulah. Motor yang biasa ia pakai
telah hangus di lalap api. Di samping motor yang tengah membara dalam kobaran
Api, Adi tertawa terbahak-bahak. Ia baru saja melakukan aksi gila dengan
membakar motornya.
Tak tahan lagi melihat
ulah Adi. Perangkat gampong pun melapor kepada pihak kepolisian. Tak perlu
menunggu lama Adi pun di bawa ke pusat rehabilitasi. Namun sayangnya entah
karena apa, beberapa minggu masuk pusat rehabilitasi ia kembali lagi ke
gampong. Tapi kondisinya sudah sedikit membaik.
Berada di lingkungan
yang tidak mendukung untuk proses penyembuhan. Kondisi Adi jadi kembali seperti
semula. Pada akhirnya, karena sudah tidak tahan lagi mendengar umpatan orang,
pihak keluarga besarnya sepakat untuk membawa Adi ke pusat rehabilitasi yang
ada di kota.
Dulu seandainya orang
tua Adi bisa lebih cepat sadar akan perubahan anaknya. Tentu orang tuanya bisa
lebih cepat mengantisipasi. Ibarat kata pepatah; sedia payung sebelum hujan.
Lantas, bukankah Mencegah Lebih BaikDari Pada Mengobati.
Namun sekarang
situasinya berbeda. Adi sudah menjadi pengguna. Yang dibutuhkan ia sekarang
adalah rehabilitasi. Bukan yang lain. Sama juga dengan pengguna lain yang ada
di seluruh Aceh. Yang mereka butuhkan sekarang adalah rehabilitasi untuk
kembali menatap masa depan.
Proses rehabilitasi Adi
bisa di bilang cepat. Hanya beberapa bulan setelah di rehabilitasi kondisi ia
berubah total. Semua orang Gampong jadi tercengang dibuatnya. Kini setiap kali
azan berkumandang. Ia akan segera bergegas ke meunasah. Siap shalat pun ia tak
langsung bergegas selayaknya pemuda yang lain. Seuntai tasbih melekat di
jari-jari kanannya. Bergerak melingkar seirama dengan gerakan mulutnya.
Adi adalah salah satu
dari ribuan pemuda Aceh lainnya yang sempat terjerumus dalam lembah hitam
Narkoba. Adi juga merupakan salah satu pemuda dari ribuan pemuda lainnya yang
masih bisa selamat dari jeratan Narkoba. Tidak ada kata terlambat selama masih
ada tekad yang terpelihara dalam semangat. Mereka yang memang sudah terjerumus
ke sana pasti dilatar belakangi oleh berbagai faktor. Tidak mutlak kesalahan
mereka.
Maka oleh karena itu,
kita sebagai bangsa yang terkenal menjunjung tinggi nilai-nilai sosial, sudah
sepatutnya mendukung dan menyukseskan iktikad baik pemerintah dalam membuat Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba. Sudah selayaknya kita ikut
peduli dengan melaporkan atau membawa mereka yang sudah terlanjur berteman
dengan Narkoba untuk di rehabilitasi di tempat yang telah di sediakan. Adi
adalah salah satu contoh pemuda yang bisa selamat setelah direhabilitasi. Lantas
bagaimana dengan mereka di luar sana yang belum di rehabilitasi.
Tanpa perlu di
tegaskan. Kita sendiri pasti akan merasa bahwa ini adalah tanggung jawab kita
bersama untuk kembali membawa sepuluh ribu pengguna Narkoba ke jalan yang
benar. Dalam hal ini pun pemerintah menegaskan bahwa setiap pengguna narkoba
yang di bawa ke tempat rehabilitasi dari mulai pertama sampai sembuh tidak akan
di kutip biaya sepeserpun. Dengan di rehabilitasi Insya Allah mereka akan kembali
bisa merajut mimpi-mimpi masa depan yang gemilang. Ini bukan perkara yang
mustahil untuk di wujudkan. Asalkan kita mau bertindak tidak ada yang mustahil
untuk di wujudkan.
Sumber :
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/02/pengguna-narkoba-di-aceh-capai-10-ribu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar