Hampir
sebagian mahasiswa yang masuk mata kuliah pada sore ini tertunduk pada gadget. Ada yang ketawa sendiri menatap
gadget dengan jari yang terus saja menyentuh layar. Sementara di depan, dosen
berbicara sendiri. Seolah-olah nggak mau tau mahasiswa mau ngapain, terserah.
Sudah
seperti biasanya, setiap masuk mata kuliah ABC, rata-rata mahasiswa asyik
bermain gadget. Pada pertemuan sebelumnya, saya ingin
sekali mengutarakan saran kepada dosen melihat situasi selama belajar. Namun
karena pertimbangan berbagai hal akhirnya niat itu saya urungkan. Ada semacam kebimbangan
dalam hati ketika ingin menyampaikan saran. Walaupun sebetulnya sudah sangat
jenuh dengan metode belajar seperti ini.
Sepanjang masuk
selama dua jam, mahasiswa hanya dituntut untuk duduk dan menyimak apa yang
dosen sampaikan. Sementara dosen mengajar sambil duduk dan membaca materi yang
terketik rapi dan panjang di microsoft word. Akhirnya masuk mata kuliah ini
hanya sebatas untuk mengisi absensi kehadiran. Selebihnya tertunduk pada layar gadget.
Terkait
keinginan menyampaikan saran, saya jadi teringat pada salah satu artikel yag
pernah saya baca pada sebuah website. artikelnya begini, salah seorang
mahasiswa indonesia mendapatkan beasiswa di Prancis. Beasiswa master yang ia
dapatkan ini cukup terkenal ketat penyeleksiannya. Calon pelamar apabila gagal
mendapatkan beasiswa maka tidak diperbolehkan lagi ikut tes seumur hidupnya,
artinya dalam sekali tes dan kita gagal maka kesempatan kedua tidak akan pernah
ada lagi. Jika lolos, beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Prancis juga
tidak tanggung-tanggung, Dua puluh juta per bulan.
Dari
indonesia, ada salah seorang mahasiswa yang beruntung mendapatkan beasiswa ini.
Mahasiswa ini merupakan alumni Universitas Indonesia jurusan ekonomi. Ketika
melanjutkan program master, ia mengambil konsentrasi ekonomi psikologi. Dalam
ruangan kelas tempat belajar terdapat lima puluh orang mahasiswa yang terdiri
dari dua puluh empat negara. Ketika proses belajar mengajar, ada suatu
peristiwa yang membuat mahasiswa ini sedikit tercengang, ketika dosen
menjelaskan pelajaran, salah seorang mahasiswa dari Jerman berdebat sengit
dengan dosen karena ketidaksetujuannya dengan argumen dari dosen.
Argumen
yang dilontarkan pun cukup berbobot, baik dari dosen maupun mahasiswa. Hingga
akhirnya karena tidak tahan lagi
mahasiswa ini memilih keluar dari kelas. Namun pada pertemuan selanjutnya
hubungan mereka kembali seperti biasa. Tidak ada aksi marah dari dosen ataupun
sampai pengurangan nilai.
Namun
dalam budaya timur, hal-hal seperti itu tentu tidak etis. Jika kita berlaku
seperti itu maka akan di anggap tidak beradab. Pada kasus tersebut saya pribadi
cukup mengapresiasi sikap kritis sang mahasiswa. Namun disisi lain saya kurang
setuju dengan sikapnya keluar kelas karena hanya berdebat. Selaku orang timur
dan beragama, ada adab-adab sendiri ketika menyampaikan argumen dalam artian
kurang sependapat dengan dosen.
Dari
cerita di atas sangat jelas terlihat perbedaan budaya orang timur dengan orang
barat. Saya selaku orang timur akan berpikir dua puluh kali ketika HANYA ingin
menyampaikan kritik dan saran terkait metode belajar kepada dosen, namun di barat
sana mahasiswa tidak akan segan-segan menyampaikan kritiknya jikalau dalam
pembelajaran ada yang tidak sesuai menurut pemikiran dia.
sering terjadi disini. tapi kalo mau sampaikan aja secara personal di belakang layar dgn kiasan kata yg lembut.. hehehe
BalasHapusbiar ada perubahan dr gaya belajar.. kan biar maju pendidikan di aceh..
fighting anak kuliahan.. hahaha
Iya betul itu kak, saran yang bagus kak tina. Selamat datang dikanvas aulia qaqaq.... :)
BalasHapuskayak serba salah gitu ya dek mat.. kritik kenak "pengurangan nilai". enggak kritik, gak tau apa2 ;((
BalasHapusneu perno lon lee cara boh emoticon bak blog, hawa kuh cit
Nyoe Adit yng peget baroe nyan bang..... Bereh kan :d
Hapus