![]() |
Source : www.tokomahasiswa.com |
Tadi sore saya
ngopi sama kawan diwarkop daerah Lamnyong. Ketika waktu shalat Ashar tiba
lantas saya izin untuk shalat, kebetulan mushalla ada di lantai dua. Perlahan
saya menaiki tangga. Ternyata di lantai dua sudah penuh dengan orang-orang yang
mendengarkan presentasi dari seorang anak muda. Saya taksir umurnya 21 tahun.
Saya berdiri sejenak melihat aktivitas apa yang mereka lakukan. Hal ini saya
lakukan ketika melihat semangat anak muda tadi yang begitu energik melakukan presentasi.
Usut punya
usut ternyata dia sedang melakukan presentasi bisnis MLM (Multi Level
Marketing) yang lumayan lagi ngehits. Waktu itu ada sekitaran 20an orang yang mendengar
presentasi. Takut disuruh gabung akhirnya saya turun. Begitu kembali duduk,
rupanya orang-orang terus berdatangan untuk ikutan. Dari gelagat dan wajah
sepertinya mereka adalah mahasiswa baru yang masih semester 1 sampai dengan 4.
Wajah-wajah polos terlihat ketika mereka agak sungkan-sungkan melangkahkan kaki
memasuki warung kopi.
Melihat itu
saya jadi bernostalgia ketika awal-awal kuliah. Ada semacam tradisi yang selalu
“menerpa” mahasiswa baru (selanjutnya disebut Maba). Seperti kejadian yang pernah
saya alami, dimana ketika itu saya menjadi salah satu orang yang diajak untuk
bergabung dengan bisnis MLM (Multi Level Marketing). Hampir satu bulan saya di
”teror” untuk bergabung. Dari mulai di ajak langsung, di sms, ditelpon
berualang kali hingga ditarktirin makan. Tapi Alhamdulillah setelah tanya
sana-sini dan gugling saya tetap kekeuh
untuk nggak gabung. Eh beberapa bulan selanjutnya ada lagi kawan dekat yang
baru gabung terus setengah memaksa ngajak saya gabung. Karena udah capek
dulunya nolak secara halus akhirnya saya langsung bilang secara tegas kalau
nggak suka sama MLM.
Sejujurnya saya memang nggak suka dengan MLM.
Hal itu karena dari awal mereka sudah mengiming-imingi kita dengan materi. Waktu
prospek mereka ceritain kalau anggotanya sudah bisa beli mobil, jalan-jalan
keluar negeri hingga berpenghasilan ratusan juta perbulan. Ngiler pas dengarnya
wak. Semua itu dikemas dengan sangat apik, seolah-olah mendapatkan itu semua
sangat mudah. Dari situ saya sudah tidak yakin akan MLM, ditambah waktu MAN
juga pernah di ajak untuk bergabung. Satu hal lagi yang membuat saya nggak
tertarik bergabung adalah ketika harus membayangkan berjuang sama-sama dengan
satu tujuan mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Itu GILA menurut saya. seolah-olah
hidup hanya untuk materi. Tapi ini bukan bermaksud melarang anda untuk
bergabung, ini semua murni pemikiran subjektif saya pribadi. Dibalik
ketidaktertarikan saya nggak bisa dipungkiri ada beberapa kawan yang berhasil
beli mobil, motor hingga bolak-balek Jakarta karena ikut MLM.
Kejadian
selanjutnya yang sudah menjadi tradisi “menerpa” mahasiswa baru adalah saat-saat
dikampus. Menjadi mahasiswa baru akan banyak sekali “pencucian otak” yang
dilakukan oleh senior. Mereka akan mempengaruhi kita dengan berbagai macam
pemikiran. Dimulai dari melabelkan seorang dosen dengan label tertentu hingga
mempengaruhi pemikiran maba dengan dinamika politik kampus. Bukannya
menjelaskan secara objektif, eh mereka malah menjelek-jelekkan suatu kelompok
tertentu dan menggiring pikiran maba untuk menyukai kelompok yang disukainya.
Jadi dalam kampus itu kan ada pemilihan ketua
BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dimulai dari tingkatan fakultas hingga
universitas. Dalam pemilihan itu pasti ada yang namanya timses suatu calon. Sasaran
empuk mereka untuk mendulang suara biasanya adalah maba. Apalagi maba yang
reaktif dikit yang nggak mau pikir panjang. Termasuk saya ketika itu yang
menjadi korbannya. Dengan berbagai dalih mereka akan mempengaruhi pikiran kita
untuk memilih salah satu calon. Bagi maba yang cepat terpengaruh, maka mereka
tidak hanya memilih namun ikutan menjadi timses suatu calon. Perlu saya
tekankan, dalam tulisan ini saya tidak bermaksud melarang maba untuk ikut
terlibat dalam suatu aktivitas. Berkaca dari pengalaman sebelumnya saya ingin
mengajak maba supaya cek dan ricek alias kroscek apapun itu sebelum memutuskan
untuk terlibat dalam suatu aktifitas. Jangan nanti menyesal.
Saya sangat
ingat sekali ketika pemilihan ketua BEM tingkat universitas (waktu itu disebut
presiden mahasiswa) saat itu saya melihat beberapa teman yang dimanfaatkan oleh
suatu kelompok untuk berdemo menolak pemilihan ketua BEM. Jadi ceritanya
kelompok ini mendatangi tiap fakultas lantas mengambil kotak suara pemilihan
secara paksa. Yang malangnya maba yang nggak tau apa-apa juga ikut terlibat
dalam aksi ini, entah mantra apa yang dipakai sampai mereka terpengaruh. Pulang
dari demo itu salah satu maba dengan semangatnya cerita ke kami kalau dia baru
saja terlibat aksi perkelahian dengan kelompok yang mendukung pemilihan calon
ketua BEM. Dengan sangat energik dia bilang berhasil meninju salah satu
mahasiswa senior karena berusaha melarang mereka untuk mengambil paksa kotak
suara. Antara kasihan melihat si maba dimanfaatkan, dengan perasaan mau ketawa
terpingkal-pingkal karena kebodohannya. Akhirnya saya cuma mesem-mesem sambil
mengganggukkan kepala saja mendengar bualannya. Oohhh maba.
Kenapa saya
katakan bodoh?, karena sebagai maba, kita pasti belum begitu tahu seluk beluk
kampus dan dinamika politik kampus. Siapa orang-orang yang mempunyai
kepentingan dan siapa yang tulus. Apalagi sampai harus terlibat dalam suatu
aksi yang bisa berakibat fatal seperti itu. menurut saya itu jelas suatu
“kebodohan” karena terlalu reaktif tanpa cek dan ricek terlebih dahulu. Hal ini
bisa terjadi karena kebanyakan maba itu memang pikiran dan darahnya masih
panas-panasnya. Mereka ini baru saja melewati fase SMA menuju dunia kampus.
Dalam persepsi mereka kampus itu adalah dunia bebas, “lo bebas mengekspresikan
apa saja kemauan lo. Menjadi mahasiswa, berarti gue sudah menjadi dewasa dan
itu artinya pengekangan selama SMA itu tidak akan berlaku lagi dalam dunia baru
ini.”
Dulunya ketika
masih maba, menjelang pemilihan ketua BEM saya juga sering sekali mendapatkan
sms untuk mendukung salah satu kandidat. Biasanya semua maba akan mendapatkan
sms ini, tak terkecuali. Seperti ada semacam kampanye hitam terselubung dengan
memanfaatkan data maba yang di minta untuk keperluan kegiatan wajib dikampus.
Mereka ini sepertinya bekerja dengan sangat terstruktur dan rapi. Dan dalam
amatan saya selama beberapa tahun
dikampus, calon yang mereka usung selalu saja memenangi pemilihan. Namun saya
tidak mau gegabah dalam mengatakan mereka itu adalah “kelompok fulan” karena
dalam hal ini saya tidak mempunyai bukti kuat. Tapi saya yakin jika anda
mahasiswa Unsyiah pasti tahu siapa yang saya maksud.
![]() |
Itulah
segelumit kisah menjadi maba yang pikirannya masih labil sehingga menjadi
sasaran empuk dalam memuluskan tujuan suatu kelompok. Menjadi maba ada semacam
untung-untungan. Beruntung jika kamu bisa selamat tanpa menjadi alat suatu
kelompok dalam mencapai tujuannya. Nah sebagai mantan maba, saya sarankan untuk
next generation agar banyak membaca,
bergaul dengan banyak orang, berdiskusi supaya lahir nalar kritis dalam
menghadapi “terpaan pemikiran” dunia kampus. Dan ingat jangan telan
mentah-mentah apa yang dikatakan orang atau apa yang kamu baca, cek dan kroscek
lah terlebih dahulu.
*tulisan ini sifatnya subjektif (pengalaman pribadi) dan lebih mengarah kepada kampus saya. dan bisa
sangat mungkin hal ini tidak ditemui dikampus anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar