![]() |
Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Sumber : www.harianaceh.co.id |
Akhir bulan Maret tahun 2016
publik dikejutkan dengan meninggalnya seorang ibu beserta bayinya yang diduga
karena lambatnya pelayanan yang diberikan pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)
Banda Aceh dalam membantu proses persalinan.
Selanjutnya kita tentu sudah bisa
menebak. Media menjadi heboh dengan pemberitaan ini. Foto suami dari korban
yang tengah menggendong sang buah hati yang tak lagi bernyawa menjadi headline pada salah satu media cetak di
Aceh. Jujur, miris ketika melihat fotonya. Apalagi suami korban tampak begitu
tabah ketika menggendong sang buah hati.
Selanjutnya berbagai beritapun
tumpah ruah dimedia massa, baik cetak maupun online. Saling tuding sana-sini
mencari kambing hitam dari kasus ini. Tujuannya tentu demi menjaga citra baik
di depan publik. Yang sangat disayangkan tentunya keluarga korban, tiap menit
berita bersileweran tanpa arah yang jelas. Bahkan ada awak media demi mengejar rating langsung menjumpai suami korban
untuk melakukan wawancara. Padahal kita tahu keluarga masih berduka atas
musibah ini.
Sebelumnya, tak dapat dipungkiri
memang ada begitu banyak daftar panjang tentang buruknya pelayanan dari Rumah
Sakit yang ada di Aceh. Seingat saya pernah juga kejadian seorang aparat negara
yang melepaskan tembakan di rumah sakit umum Zainal Abidin karena tidak
maksimalnya pelayanan yang diberikan terhadap keluarganya.
Berbicara pelayanan dalam dunia
medis tentunya menjadi hal mutlak yang harus diutamakan. Karena manusia bukan
robot yang kalau rusak tinggal diperbaiki. Manusia butuh yang namanya interaksi
berupa sapaan atau obrolan ringan dari perawat atau dokter yang berbicara
tentang apa saja yang bisa membuat pasien nyaman. Tapi melihat padatnya tugas
yang diemban oleh seorang dokter hal ini menjadi terabaikan. Apalagi menurut
data yang pernah saya baca, perbandingan 1 orang dokter yang ada di Indonesia harus menangani lebih dari 10.000 penduduk. Jauh
berbeda dengan Malaysia, Thailand apalagi dengan negara yang ada di Eropa sana.
Nah kembali ke kasus RSIA. Saya
sendiri tidak ingin gegabah dalam menilai kasus ini. Kalau kita lihat dari
pemberitaan yang dilakukan media, jelas sekali yang disalahkan adalah pihak
RSIA yang lamban dalam memberikan pertolongan. Selanjutnya saya juga membaca
bahwasanya Gubernur Aceh langsung melakukan sidak ke RSIA. Mungkin Gubernur
ingin bertanya langsung kepada Direktur bagaimana kronologinya. Tapi saya tidak
membaca kalau Gubernur ke rumah korban untuk takziah. Mungkin media luput
memberitakan hal tersebut.
Untuk tindakan gubernur yang
langsung sidak memang patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan orang nomor 1 di
Aceh ini cepat bertindak. Namun sangat disayangkan, dari berbagai kasus
kejadian, kita baru bertindak ketika sudah jatuh puluhan korban, ketika media
sudah heboh memberitakannya, ketika jiwa-jiwa tak berdosa hilang begitu saja.
Seharusnya Gubernur perlu mencermati baik-baik peribahasa ini “sedia payung
sebelum hujan”, bukan malah sibuk mencari payung ketika hujan sudah kian deras.
Untuk kasus pelayanan dari Rumah
Sakit yang kurang baik saya rasa sudah menjadi rahasia umum. Indikatornya lihat
saja berapa banyak masyarakat kita yang lebih memilih berobat ke Malaysia.
Sehingga nama salah satu kota yang ada di Malaysia yaitu Penang menjadi tak
asing di tengah masyarakat Aceh. Sampai-sampai ketika salah seorang dosen saya
yang mengatakan akan ke Penang dalam waktu dekat, orang-orang terdekatnya
langsung bertanya “sakit apa Pak?” padahal dosen saya hendak melanjutkan pendidikannya
disana. Aiihhh!
Yang membuat saya geram dari
kasus ini adalah tentang permintaan seorang anggota DPRK yang meminta Gubernur
untuk mencopot langsung direktur RSIA. Saya pikir tindakan seperti itu tidak
akan langsung menyelesaikan masalahnya, malah bisa jadi menambah runyam masalah.
Direktur yang baru tentu belum begitu mengerti bagaimana jalannya roda rumah
sakit yang bersangkutan. Tindakan copot mencopot ketika lagi ada masalah adalah
tindakan yang gegabah saya rasa.
Nah dari kasus ini, yang pastinya
kita tidak mengharapkan adanya pengkambing hitaman kepada seseorang atau
sekelompok orang demi sebuah kepentingan. Yang publik inginkan adalah perbaikan
dalam hal pelayanan pihak Rumah Sakit terhadap seluruh pasien tanpa memandang
latar belakang. Apalagi Gubernur adalah seorang dokter, tentunya kita berharap
rumah sakit di Aceh menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia. Dan semoga
kasus ini bisa segera terselesaikan.
itulah kehidupan..
BalasHapusKehidupan ya begitulah....
BalasHapus